Kisah shalat khusyu ulama dan tabi’in. – ulama yang sesungguhnya bukanlah orang yang hanya pandai ilmu
agama, namun juga mengamalkan dengan sungguh-sungguh ilmu itu. Salah satu
diantara wujud pengamalan tersebut adalah pelaksanaan shalat secara khusyu’.
Kisah indah mereka ketika shalat ternyata sangat banyak. Sebagian termaktub
dalam kisah di kitab yang terpercaya, sebagian diperdebatkan keshahihannya.
Namun karena di sini bukan pembahasan fikih, tidak mengapa dipelajari untuk
diambil hikmahnya.
Kisah shalat khusyu’ bisa dilihat pada kisah seorang ulama yang
bernama Hatim Al Asham. Dikisahkan, suatu ketika Isham bin Yusuf, seorang ahli ibadah yang
telah terbiasa menjalankan shalat fardhu dan sunah, menghadiri majelis Hatim Al
Asham . Lalu Isham bertanya, “wahai Hatim, bagaimanakah caramu shalat?”
Hatim menjawab, “aku siapkan semua anggota badanku dan menghadap kiblat. Aku berdiri
shalat dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan Allah ada di hadapanku, surga
di sebelah sisi kananku, neraka ada di sebelah kiriku, malaikat maut di
belakangku. Dan kubayangkan juga bahwa aku seperti berdiri di atas titian
Shirathal Mustaqim, dan aku menganggap bahwa shalatku kali ini adalah shalat
terakhir bagiku (karena aku merasa akan mati setelah shalat ini).”
“Kemudian,” kata
Hatim melanjutkan shalat khusyu’nya, “aku berusaha berniat dan bertakbir dengan
baik. Setiap bacaan dan do’a selama shalat aku resapi maknanya. Kemudian aku beranjak
rukuk dan sujud dengan tawadhu’ dan merasa rendah hina, aku bertasyahud
dengan penuh pengharapan, dan aku memberi salam dengan ikhlas karena Allah semata. Aku berusaha menyadarkan diriku dengan rasa
takut. Aku merasa khawatir jangan jangan shalatku tidak diterima dan aku tetap berusaha
menjaganya dengan semaksimal mungkin sampai matiku nanti." Maka
mendengarnya Isham merasa malu dengan kualitas ibadahnya selama ini yang tidak
sepadan dengan shalat Hatim.
Kisah shalat khusyu’ juga datang dari Ali Zainal Abidin. Suatu saat
ketika sujud beliau tidak menyadari kalau rumahnya mulai terbakar api. Dan
ketika ditanya mengapa dia tidak memedulikan teriakan orang-orang yang
memberitahukan padanya akan kejadian itu, dia menjawab, “Aku tidak menyadari
karena tadi sedang sibuk memikirkan api Neraka yang lebih besar." Maksudnya dalam shalat dia teringat dengan
kobaran api neraka yang disediakan untuk orang yang banyak dosa. Dan rupanya
ingatan ini menguasai perhatiannya khusyu dalam shalat hingga lupa dengan sekelilingnya.
Urwah bin Zubair, sebagaimana dikisahkan oleh Syaikh Muhammad bin
Sholih Al ‘Utsaimin dalam bukunya Syarah Riyadhis Sholihin, adalah
seorang fuqoha tabi’in yang khusyu dalam shalatnya. Dia terkena
penyakit akilah pada sebagian anggota tubuhnya, di mana bahaya penyakit
tersebut adalah dapat menggerogoti seluruh tubuh. Akibatnya, dokter menyarankan
agar anggota badan yang terkena akilah tersebut diamputasi. Agar anggota
tubuh yang lain tidak terpengaruh. Bayangkan, saat itu belum ada obat bius
sehebat sekarang untuk bisa menghilangkan kesadaran ketika diamputasi. Maka
orang yang diamputasi akan bisa merasakan sakit yang luar biasa.
Lalu
Urwah mengatakan pada dokter untuk menunda
pengobatan tersebut sampai dia melakukan shalat. Dan tatkala melaksanakan
ibadah shalat itu secara khusyu’itu, barulah kakinya diamputasi. Hebatnya, dia
tidak begitu merasakan sakit kala itu karena hatinya sedang sibuk berkomunikasi
dan bermunajat pada Allah. Hati jika sudah tersibukkan dengan sesuatu, maka
tidak akan merasakan sesuatu yang lain yang terkena badan.
Imam
Dzahabi dalam kitabnya yang berisi kumpulan berbagai kisah, Siyar A’lam
Nubala’ menuliskan sebuah kisah yang mengagumkan tentang shalat khusyu’.
Saat itu, sekelompok orang melakukan safar. Ketika malam, sampailah mereka pada
sebuah hutan belantara. Maka mereka istirahat di sana. Tiba-tiba mereka
dikejutkan dengan datangnya seekor singa. Semua orang panik dan takut. Mereka
pun berusaha menyelamatkan diri dengan memanjat pohon.
Tetapi,
diantara riuhnya kepanikan itu ada satu orang yang tetap tenang. Ia sedang shalat
khusyu’ dan tetap melanjutkan shalatnya. Satu rombongan melihat detik demi
detik berikutnya dengan sangat menegangkan. Benar dugaan mereka, sang singa
mendatangi teman mereka yang tengah melakukan shalat itu. Matanya menyorot
tajam. Satu langkah, dua langkah. Aneh. Binatang buas itu tidak langsung
menerkamnya. Dia justru berjalan berkeliling, kemudian meninggalkannya begitu
saja.
Orang-orang
bernafas lega. Setelah memastikan singa itu pergi dan tidak ada tanda-tanda
kembali, mereka pun turun dari pohon. “Engkau gila!” kata mereka kepada
temannya seusai ia shalat. “mengapa engkau tidak ikut menyelamatkan diri
bersama kami? Hampir-hampir saja singa itu menerkam dan memakanmu”
“Seperti
yang kalian lihat,” jawabnya tenang, “aku tadi sedang shalat. Demi Allah, aku
merasa malu jika aku berdiri menghadap Allah sementara hatiku justru takut pada
selain-Nya.”
Itulah
di antara beberapa kisah shalat khusyu’ ulama dan tabi’in. Sangat
mengagumkan. Maka hendaknya menjadi teladan bagi kita semua.
(gambar: commons.wikimedia.org)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar