Minggu, 24 Januari 2016

Kisah Shalat Khusyu’ Ulama Dan Tabi’in



Kisah shalat khusyu ulama dan tabi’in. – ulama yang sesungguhnya bukanlah orang yang hanya pandai ilmu agama, namun juga mengamalkan dengan sungguh-sungguh ilmu itu. Salah satu diantara wujud pengamalan tersebut adalah pelaksanaan shalat secara khusyu’. Kisah indah mereka ketika shalat ternyata sangat banyak. Sebagian termaktub dalam kisah di kitab yang terpercaya, sebagian diperdebatkan keshahihannya. Namun karena di sini bukan pembahasan fikih, tidak mengapa dipelajari untuk diambil hikmahnya.

Kisah shalat khusyu’ bisa dilihat pada kisah seorang ulama yang bernama Hatim Al Asham. Dikisahkan, suatu ketika Isham bin Yusuf, seorang ahli ibadah yang telah terbiasa menjalankan shalat fardhu dan sunah, menghadiri majelis Hatim Al Asham . Lalu Isham bertanya, “wahai Hatim, bagaimanakah caramu shalat?”

Hatim menjawab, “aku siapkan semua anggota badanku dan menghadap kiblat. Aku berdiri shalat dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan Allah ada di hadapanku, surga di sebelah sisi kananku, neraka ada di sebelah kiriku, malaikat maut di belakangku. Dan kubayangkan juga bahwa aku seperti berdiri di atas titian Shirathal Mustaqim, dan aku menganggap bahwa shalatku kali ini adalah shalat terakhir bagiku (karena aku merasa akan mati setelah shalat ini).”

“Kemudian,” kata Hatim melanjutkan shalat khusyu’nya, “aku berusaha berniat dan bertakbir dengan baik. Setiap bacaan dan do’a selama shalat aku resapi maknanya. Kemudian aku beranjak rukuk dan sujud dengan tawadhu’ dan merasa rendah hina, aku bertasyahud dengan penuh pengharapan, dan aku memberi salam dengan ikhlas karena Allah semata. Aku berusaha menyadarkan diriku dengan rasa takut. Aku merasa khawatir jangan jangan shalatku tidak diterima dan aku tetap berusaha menjaganya dengan semaksimal mungkin sampai matiku nanti." Maka mendengarnya Isham merasa malu dengan kualitas ibadahnya selama ini yang tidak sepadan dengan shalat Hatim.

Kisah shalat khusyu’ juga datang dari Ali Zainal Abidin. Suatu saat ketika sujud beliau tidak menyadari kalau rumahnya mulai terbakar api. Dan ketika ditanya mengapa dia tidak memedulikan teriakan orang-orang yang memberitahukan padanya akan kejadian itu, dia menjawab, “Aku tidak menyadari karena tadi sedang sibuk memikirkan api Neraka yang lebih besar." Maksudnya dalam shalat dia teringat dengan kobaran api neraka yang disediakan untuk orang yang banyak dosa. Dan rupanya ingatan ini menguasai perhatiannya khusyu dalam shalat hingga lupa dengan sekelilingnya.

Urwah bin Zubair, sebagaimana dikisahkan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dalam bukunya Syarah Riyadhis Sholihin, adalah seorang fuqoha tabi’in yang khusyu dalam shalatnya. Dia terkena penyakit akilah pada sebagian anggota tubuhnya, di mana bahaya penyakit tersebut adalah dapat menggerogoti seluruh tubuh. Akibatnya, dokter menyarankan agar anggota badan yang terkena akilah tersebut diamputasi. Agar anggota tubuh yang lain tidak terpengaruh. Bayangkan, saat itu belum ada obat bius sehebat sekarang untuk bisa menghilangkan kesadaran ketika diamputasi. Maka orang yang diamputasi akan bisa merasakan sakit yang luar biasa.

Lalu Urwah mengatakan pada dokter untuk menunda pengobatan tersebut sampai dia melakukan shalat. Dan tatkala melaksanakan ibadah shalat itu secara khusyu’itu, barulah kakinya diamputasi. Hebatnya, dia tidak begitu merasakan sakit kala itu karena hatinya sedang sibuk berkomunikasi dan bermunajat pada Allah. Hati jika sudah tersibukkan dengan sesuatu, maka tidak akan merasakan sesuatu yang lain yang terkena badan.

Imam Dzahabi dalam kitabnya yang berisi kumpulan berbagai kisah, Siyar A’lam Nubala’ menuliskan sebuah kisah yang mengagumkan tentang shalat khusyu’. Saat itu, sekelompok orang melakukan safar. Ketika malam, sampailah mereka pada sebuah hutan belantara. Maka mereka istirahat di sana. Tiba-tiba mereka dikejutkan dengan datangnya seekor singa. Semua orang panik dan takut. Mereka pun berusaha menyelamatkan diri dengan memanjat pohon.

Tetapi, diantara riuhnya kepanikan itu ada satu orang yang tetap tenang. Ia sedang shalat khusyu’ dan tetap melanjutkan shalatnya. Satu rombongan melihat detik demi detik berikutnya dengan sangat menegangkan. Benar dugaan mereka, sang singa mendatangi teman mereka yang tengah melakukan shalat itu. Matanya menyorot tajam. Satu langkah, dua langkah. Aneh. Binatang buas itu tidak langsung menerkamnya. Dia justru berjalan berkeliling, kemudian meninggalkannya begitu saja.

Orang-orang bernafas lega. Setelah memastikan singa itu pergi dan tidak ada tanda-tanda kembali, mereka pun turun dari pohon. “Engkau gila!” kata mereka kepada temannya seusai ia shalat. “mengapa engkau tidak ikut menyelamatkan diri bersama kami? Hampir-hampir saja singa itu menerkam dan memakanmu”

“Seperti yang kalian lihat,” jawabnya tenang, “aku tadi sedang shalat. Demi Allah, aku merasa malu jika aku berdiri menghadap Allah sementara hatiku justru takut pada selain-Nya.”

Itulah di antara beberapa kisah shalat khusyu’ ulama dan tabi’in. Sangat mengagumkan. Maka hendaknya menjadi teladan bagi kita semua. 

(gambar: commons.wikimedia.org)

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar