Rabu, 27 Januari 2016

Cara Khusyu’ Dalam Shalat Ketika Sedih



Cara Khusyu’ Dalam Shalat Ketika Sedih - Sedih biasanya terjadi sebab datangnya suatu musibah. Bisa berupa kehilangan orang-orang yang disayangi, terjadinya kebakaran yang meludeskan seluruh harta, tidak mendapat untung dari usaha dagang, atau tak kunjung dapat pendamping hidup padahal usia makin merambat jauh.

Rasulullah saw juga pernah sedih. Bahkan kesedihan beliau berlipat lipat, ketika kehilangan istrinya khadijah dan paman yang menjadi pelindungnya, Abdul Muthalib. Umar bin Khattab juga pernah tidak bisa menghindari rasa yang manusiawi itu. Yaitu ketika Rasulullah saw meninggal dunia. Utsman bin Affan juga pernah menitikkan air mata, Ali bin Abi Thalib juga, dan bisa dikatakan semua manusia pernah mengalaminya. Tak terkecuali diri kita.

Cara mewujudkan shalat khusyu’ ketika sedih


Sedih ini jika dikaitkan dengan shalat khusyu’, ada orang yang terbiasa shalat khusyu’ dengan datangnya kesedihan, namun ada yang justru hilang khusyu’ jika datang rasa yang tak dikehendakinya itu. Adapun orang yang tidak khusyu’, biasanya adalah terjadi pada orang yang tidak mampu menyikapi sedih dengan baik, sehingga terbawa suasana secara berlebihan. Waktunya dihabiskan hanya untuk merenung dan meneteskan air mata, tidak mau melakukan apapun. Jika pun shalat, dia akan menunaikan ibadah itu di atas keterpaksaan, bukan karena kesadaran untuk mencapai khusyu’.

Bukankah dalam realita kehidupan di sekitar kita bisa kita jumpai orang dengan tipe seperti ini? Dia yang ditindih suatu masalah, kemudian hanya menyendiri di kamar, duduk atau berbaring. Tidak melakukan aktifitas apapun yang bermanfaat untuk keluar dari kesulitannya. Hingga kepalanya tidak mampu lagi untuk menyangga gunung beban. Maka dia jadi stres. Dan jika ketidakberdayaannya ini masih mengular panjang, dia bisa gila. Habislah nilainya sebagai manusia.

Adapun orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan inilah yang harus kita contoh, adalah orang yang mampu menyikapi kesedihan dengan benar. Maka di sinilah, jangan sampai kita terjerumus dalam kesalahan ketika menghadapi musibah dan persoalan. Sejak awal hendaknya kita sadari siapa diri kita dan siapa Allah.  Bahwa kita adalah makhluk yang memiliki berbagai keterbatasan, tidak mampu memecahkan persoalan sendiri. Maka kita sandarkan beban pada harapan kemurahan pertolongan Allah. Zat yang Maha Sempurna tak bercela, Maha Kuasa, Maha Kuat, Maha Kaya, dan sederet kesempurnaan lain yang tidak dimiliki makhluk. Yang perlu kita lakukan hanya mendekatkan diri pada-Nya, menjaga takwa, untuk kemudian dinilai oleh Allah bahwa diri kita memang pantas untuk ditolong.

Tengoklah firman Allah tentang pertolongan-Nya pada orang yang bertakwa, “Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS. at-Thalaq: 2)

Maka menurut ayat ini asalkan manusia menjaga ketakwaannya, yang dalam makna luas berarti menjaga amal ibadahnya, termasuk dengan menjaga kekhusyu’an shalat, maka dia akan dapat pertolongan dari-Nya.

Nah, sebagai orang yang mengupayakan khusyu’ sudah seharusnya kita sadari betul kondisi ini. Kita optimalkan pendekatan kepada Allah dengan menghadirkan hati ketika shalat. Kita bawa himpitan kesedihan itu ketika mengahadap kepada-Nya, berharap uluran tangan dari-Nya.

Kemudian agar khusyu’ kita juga harus menyadari bahwa pada ritual shalat itu sendiri menawarkan ketenangan bagi pelakunya. Ini adalah anugerah dasyat tersendiri ketika seorang hamba datang pada Allah dengan penuh kepasrahan dan penuh pengakuan akan kebesaran-Nya. Jiwanya akan diluaskan dari jepitan kesedihan, hatinya akan diringankan dari tindihan beban. Maka kesedihan itu berubah jadi ketenangan dan kedamaian.

Rasulullah saw sangat sering memanfaatkan shalat ketika datang kepadanya suatu masalah dan musibah. Beliau berwudhu kemudian shalat dengan khusyu, tulus dan lama. Maka hatinya jadi tentram karenanya.

Itulah cara khusyu’ dalam shalat ketika sedih. Semoga bermanfaat.

(gambar: flickr.com)

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar