Sabtu, 19 Desember 2015

PAKSA DIRI DEMI KEBAIKAN



Kebanyakan manusia ingin jadi orang baik. Dengan capaian iman yang stabil, dan takwa yang puncak. Tapi sayang terkadang iman dan takwa ini turun, sehingga memunculkan kemalasan beribadah, enggan berinfak, dan ogah membaca al-Quran. Menyikapi kondisi ini, terkadang seseorang perlu memaksa dirinya sendiri untuk mulai berbuat.

Malas shalat, maka paksa tubuh berwudhu dan berdiri shalat. Enggan tilawah, maka paksa tangan membuka lembaran alquran dan mulai membaca. Malas
berinfak, maka paksa gerakkan tangan merogoh dompet, mengambil uang, masukkan ke kotak infak.

Pemaksaan diri awalnya memang susah. Harus tegar melawan diri sendiri yang terbawa rasa kehilangan semangat. Tapi jika sudah dilakukan, akan menyembuhkan sifat malas itu. Seperti anak kecil yang dipaksa minum obat karena sakit demam. Beratnya luar biasa membujuknya minum obat. Dan ketika bersedia minum, terasa pahit obat itu di awalnya, tapi sesudah itu bisa merubah demam jadi sehat.

Alasan pemaksaan diri

Diantara alasan pemaksaan diri adalah:  pertama, adanya musuh, yaitu setan. Ketika iblis sebagai induk setan dikeluarkan dari surga setelah menolak sujud pada nabi Adam, maka di saat itulah awal genderang permusuhannya dengan manusia dimulai. Iblis meminta pada Allah untuk diberi jatah umur panjang, dengan tekat mencari pengikut sebanyak-banyaknya. “iblis menjawab: Demi kekuasaan engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya” (QS. Shad: 82).

Iblis dalam upayanya merekrut pengikut mengatur berbagai strategi licik. Dia membujuk dengan segala cara, terang-terangan maupun sembunyi- sembunyi, kasar maupun halus. Dia hembuskan nafsu yang ada pada diri manusia, yang secara tabiat menyuruh pada kemaksiatan. ”...karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh pada kejahatan...” (QS.Yusuf:53).

Tentu apabila nafsu ini dibiarkan begitu saja akan melenakan manusia dari taufik dan hidayah Allah. Nafsu harus dilawan, dan cara melawannya dengan tekat yang kuat, termasuk memaksa diri sendiri untuk bisa terlepas darinya.

Para shahabat Rasulullah yang mulia, mereka menjadi orang-orang pilihan bukan berarti sama sekali terhindar dari bisikan setan. Terkadang sifat buruk itu muncul juga. Tapi mereka bisa mengatasinya dengan berbagai cara, termasuk dengan memaksa diri berbuat yang benar.

Seperti Abdullah bin Rawahah dalam perang Mu’tah. Sebagai panglima perang, mengetahui jumlah musuh yang sangat banyak, yaitu sekitar dua ratus ribu orang, sedang jumlah pasukannya hanya sekitar tiga ribu orang, membuat dia sempat ragu- ragu untuk melanjutkan pertempuran atau mundur. Tapi ditepisnya keraguan itu dengan membaca syair yang menggelorakan semangat. Dan kemudian bertempur hingga syahid. (sirah Ibnu Hisyam)

Alasan kedua perlu pemaksaan diri, karena Allah menyediakan surga hanya untuk orang- orang pilihan yang mampu berjibaku melawan kemalasan dan nafsu. Rasulullah bersabda, “surga dikelilingi dengan hal- hal yang dibenci, dan neraka dikelilingi dengan hal- hal yang disenangi,” (HR. Muslim)

Kebanyakan ibadah  yang mendatangkan pahala adalah sesuatu yang tidak disukai manusia. Seperti shalat tahajud di sepertiga malam, dan puasa yang mendatangkan haus dan lapar. Sebaliknya mayoritas kemaksiatan yang mendatangkan dosa adalah perbuatan yang menyenangkan. Contohnya minuman keras memabukkan dan zina mengumbar syahwat.

Sungguh, hanya orang- orang istimewa saja yang diberi kemampuan oleh Allah bersedia beribadah, menjalankan perintah yang secara tabiat dibenci oleh manusia. Dan hanya sedikit yang sanggup mengekang diri dari mengumbar nafsu yang mendatangkan dosa, yang secara tabiat disenangi oleh manusia. Mereka itulah orang yang bersungguh- sungguh, bahkan terkadang sampai memaksa diri sendiri agar jadi orang baik.

Alasan ketiga perlu pemaksaan diri, karena keberhasilan hanya bisa dicapai dari kesungguhan dan pemaksaan diri melawan godaan malas. Jangan bayangkan ulama- ulama terkenal yang diakui keilmuannya sepanjang jaman, seperti Imam Syafi’i, Imam Malik, mereka dapatkan ilmu itu dengan mudah. Tidak, bahkan harus bertarung sepanjang hidupnya untuk belajar dan belajar. Mereka membaca buku dan menghapal berbagai dalil di saat orang lain terbuai dalam mimpi lelap malam. Kalau saja kesuksesan bisa didapat dengan kemalasan, tentu semua orang sudah jadi orang hebat. Kesuksesan hanya milik para pesungguh-sungguh

Allahu a’lam bisshawab

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar