Sabtu, 19 Desember 2015

LIDAHMU SURGAMU ATAU NERAKAMU


menjaga lisan - Hati-hati, sekecil daging lidah bisa melemparkan seluruh tubuh pemiliknya ke bara panggang neraka, atau sebaliknya mengantarkannya ke kesejukan surga.



Cara pemanfaatan lisan, itulah titik persimpangan jalan yang membuat rentang jauh hasilnya. Jika lisan terjaga, tidak keluar darinya kecuali yang baik-baik, maka akan mengujung ke surga; surga dunia maupun surga akhirat.

Surga dunia karena orang–orang di sekeliling yang mendengar kata-kata penuh kebijakan dan kesantunan akan merasa temteram dengannya. Seorang ayah yang mendidik anaknya dengan kalimat-kalimat lembut akan membuat suasana keluarga terasa sejuk. Bapak ketua RT bila menegur warganya memilih kata-kata yang bijak akan membuat kehidupan masyarakatnya nyaman. Seorang Gubernur jika mengatur bawahan dan rakyatnya memakai bahasa yang santun akan menjadikan semua orang lega. Tercipta persaudaraan dan kedamaian.



Lisan yang baik menuntun ke surga akhirat karena kata-kata yang penuh kebaikan adalah bagian dari unit-unit ibadah yang berbuah pahala. Lisan yang selalu basah dengan zikir, terbiasa membaca al-Quran, memberi salam pada tetangga, semua itu akan tercatat sebagai kebaikan di buku malaikat. Maka tidak bijak jika meremehkan kalimat yang tergerak dari lidah ini.



Mari kita simak penjelasan Rasulullah saw yang diriwayatkan Sahl bin Sa’d radliyallahu anhu: “Barangsiapa yang dapat menjaga lisan dan kemaluannya karenaku, maka aku akan menjamin surga untuknya”. (HR al-Bukhori)
Sebaliknya jika lisan diumbar kotor dan kasar akan melemparkan pemiliknya ke siksa neraka. Yaitu neraka dunia dan neraka akhirat.

Neraka dunia karena kata-kata itu, sebagaimana peribahasa Arab, al-kalaamu yanfudzu maa laa tanfudzuhul ibaru (Perkataan itu bisa menembus (hati) apa yang tidak bisa ditembus oleh jarum). Maka kata-kata buruk akan menjadi lesatan panah beracun menembus dan melukai hati pendengarnya. Menyulut bara amarah, ketidaksenangan orang lain, permusuhan, dan dendam. Lihatlah di sekeliling kita, maka akan kita dapati bahwa banyak kejadian pertengkaran dan pertikaian disebabkan oleh kondisi ini. Terlebih jika orang yang merasa tersakiti itu membalas dengan kata-kata pedas, keadaan akan makin parah membara.

Perkataan buruk melemparkan pemiliknya ke neraka akhirat karena kata-kata itu akan dicatat oleh malaikat berupa dosa. Inilah pengawasan malaikat yang tidak pernah lengah memantau amal perbuatan manusia. Sekecil apapun keburukan lisan akan tercatat rapi sebagai dosa. Dan dosa ini adalah saudara dekat azab neraka.

Ada baiknya kita pahami petunjuk Rasulullah saw ini, “Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak dipikirkan apa dampak-dampaknya akan membuatnya terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat” (HR. Bukhari dan Muslim)

Cara menjaga lisan

Pondasi dari benteng kokoh penjagaan lisan adalah pengendalian. Yaitu memberi ruang bagi pikiran untuk mengambil perannya; menimbang kebaikan dan keburukan dari kata-kata yang akan keluar  dari lisan. Kontrol diri ini tidak bisa diabaikan. Semarah apapun, segenting apapun situasi, jika sang raja pikiran diberi kesempatan untuk menimbang, kata-kata yang keluar akan terukur penuh kebaikan.    

Seorang atasan yang tengah kalap melihat cara kerja bawahannya yang amburadul akan cenderung marah-marah. Keluarlah kata-kata yang memukul jiwa. Namun jika dia mau diam sejenak, mengendalikan emosi, memberi kesempatan pada pikiran untuk menimbang baru berbicara kemudian, akan bisa beda akhirnya.

Adapun roh dari pengendalian lisan adalah kesabaran. Sebab manusia biasanya sangat mudah melepaskan lidahnya bergerak tanpa kontrol yang ketat. Terlebih jika sedang marah atau ingin menebarkan aib orang lain. Maka butuh kesabaran untuk mengendalikan diri.

Sungguh tidak ada yang bisa kita bantah dari perkataan Imam Syafii berikut ini: "Apabila seseorang ingin berbicara, hendaklah berpikir dulu. Bila jelas maslahatnya maka berbicaralah, dan jika dia ragu maka janganlah dia berbicara hingga nampak maslahatnya."

Berkata baik atau diam

Atau jika cara di atas tidak bisa, yaitu diam beberapa detik mengendalikan diri baru kemudian berbicara lagi, tetap membuat lisan ketika berbicara itu mengobral kata tanpa bisa direm, ada baiknya memilih diam. Benar-benar diam menutup mulut di waktu genting tersebut. Sangat sulit bagi setan untuk mengambil alih kendali orang yang menenangkan diri ini. Diam itu mendatangkan rahmat dari Allah pada kondisi seperti ini.

Ingatlah penjelasan Nabi saw, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam”(HR. Bukhari dan Muslim)

Allahu a’lam bisshawaab








Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar